V. Kemiskinan dan
Kesenjangan
1. Konsep dan
Pengertian Kemiskinan
Besarnya kemiskinan
dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang
mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep
yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan
absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam
distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya
dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju,
kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan
rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat
berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah
derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup
tidak terpenuhi.
2. Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau
batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi
untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam
praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan
juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara
berkembang.
Hampir setiap
masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi
kemiskinan.
3. Penyebab dan
Dampak Kemiskinan
a. Penyebab :
· Tingkat pendidikan yang rendah.
· Produktivitas tenaga kerja rendah
· Tingkat upah yang rencah
· Distribusi pendapatan yang timpang
· Kesempatan kerja yang kurang
· Kualitas sumberdaya alam masih
rendah
· Penggunaan teknologi masih kurang
· Etos kerja dan motivasi pekerja
yang rendah
· Kultur/budaya (tradisi)
· Politik yang belum stabil
b. Dampak :
1. Kriminalitas,
semakin banyak orang miskin maka semakin banyak pula kemiskinan yang terjadi.
Masuk akal bila seorang kepala rumah tangga menghalakan segala cara untuk
menghidupi keluarganya yang kelaparan.
2. Urbanisasi, Orang berpikir bahwa tinggal
di kota besar akan mendatangkan penghasilan besar. Tapi semakin banyak orang
yang datang ke kota besar maka lapangan pekerjaan yang tersedia juga akan
semakin sedikit. Dan hal ini malahan akan memperparah tingkat pengagguran.
3. Bunuh
diri, banyak orang yang putus asa karena tidak sanggup menghadapi kemiskinan,
sehingga mengambil jalan pintas.
4. Pertumbuhan
Kesenjangan dan Kemiskinan
Data 1970 – 1980
menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat
kesenjangan ekonomi.
Semakin tinggi
pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan
simiskin.
Penelitian di Asia
Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan
198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak
awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland,
Inggris dan Swedia.
Janti (1997)
menyimpulkan - semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan
oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan
publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari
kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah
pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznets ada
korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita
dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Dengan data cross
sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa
relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U
terbalik.
Tingkat
Kesenjangan
Periode
Tingkat
Pendapatan Per Kapita
Hasil ini
menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari
ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) Pada awal proses
pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses
urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan
menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja dari desa atau produksi atau penciptaan
pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk
menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
a. Sebagian besar mendukung hipotesis
tersebut, tapi sebagian lain menolak
b. Hubungan positif pertumbuhan ekonomi
dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
c. Kurva bagian kesenjangan (kiri) lebih
tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.
Deininger dan Squire
(1995) dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45
LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif
antara tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur
(1993) mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis
Kuznets. Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi
pendapatan tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan,
unit populasi dan cakupan survey berbeda.
Ravallion dan Datt
(1996) menggunakan data India:
proxy dari pendapatan perkapita dengan
melogaritma jumlah produk domestik (dalam nilai riil) per orang (1951=0)
proxy tingkat kesenjangan adalah indeks
Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan
tahun 1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren
perkembangan tingkat kesenjangan menurun (negative).
Ranis, dkk (1977)
untuk China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.
(sumber:
kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/)
5. Indikator Kesenjangan
dan Kemiskinan
5.1. NDIKATOR
KESENJANGAN
Ada sejumlah cara
untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke
dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang
sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan
tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan
koefisien gini.
Yang paling sering
dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai
dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama
dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan.
Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
5.2. INDIKATOR
KEMISKINAN
Batas garis
kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan
karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per
hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi
pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS
menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan
pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan
Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah
penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut
garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan
dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen,
yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan
(non food line).
Untuk mengukur
kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang
sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty
: presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran
konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H.
Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu
wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan
sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata
pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis
tersebut.
6. Kemiskinan di
Indonesia
Permasalahan yang harus dihadapi dan
diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping
masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau
menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan
Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah
dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat
(Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan
jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan
kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada
awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan
pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan
ketidakmerataan antar wilayah.
berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk
miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai
60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan
oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena
infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat
memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga
tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus
menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa,
bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan
kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah
kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada
persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas,
kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi,
kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya
jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan
dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah,
kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan
papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan
apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan
prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan.
Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka
yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan
menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak
dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan
angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat
meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan
rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri,
membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega
dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus
kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan
yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani
persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri
ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan
dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
7. Faktor-faktor
Penyebab Kemiskinan
1. Pengangguran
Semakin banyak
pengangguran, semakin banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar. Karena
pengangguran atau orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia itu semakin
hari semakin bertambah. Selain itu pengangguran juga menimbulkan dampak yang
merugikan bagi masyarakat, yaitu pengangguran dapat menjadikan orang biasa
menjadi pencuri, perampok, dan pengemis yang akan meresahkan masyarakat
sekitar.
2. Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak adanya
keterampilan, ilmu pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat tidak akan mampu memperbaiki
hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan pendidikan masyarakat bisa mengerti
dan memahami bagaimana cara untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
kehidupan manusia.
Dengan belajar, orang
yang semula tidak bisa menjadi bisa, salah menjadi benar, dsb. Maka dengan
tingkat pendidikan yang rendah masyarakat akan dekat dengan kemiskinan.
3. Bencana Alam
Banjir, tanah
longsor, gunung meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani,
sehingga tidak ada bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah
atau koperasi. Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari tidak dapat terpenuhi.
8. Kebijakan Anti
Kemiskinan
Hubungan antara
pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan penurunan kemiskinan disajikan
dan gambar berikut ini.
Kebijakan lembaga
dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.
World bank (1990)
peprangan melawan kemiskinan melalui:
a) Pertumbuhan
ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat karya
b) Pengembangan SDM
c) Membuat jaringan
pengaman social bagi penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati
pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat
dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik social atau wilayah yang
terisolasi
World bank (2000)
memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a) Pemberdayaan yaitu
proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga
pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi
mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat local.
b) Keamanan yaitu
proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen
yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman
yang lebih komprehensif
c) Kesempatan yaitu
proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan
peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.
ADB (1999) menyatakan
ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
a) Pertumbuhan
berkelanjutan yang prokemiskinan
b) Pengembangan
social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social, perbaikan status
perempuan, dan perlindungan social
c) Manajemen ekonomi
makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
d) Factor tambahan:
•Pembersihan polusi
udara dan air kota-kota besar
•Reboisasi hutan,
penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah
Strategi oleh
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:
a) Jangka pendek
yaitu membangun sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan
b) Jangka menenga\h
dan panjang mencakup:
•Pembangunan dan
penguatan sector swasta
•Kerjasama regional
•Manajemen APBN dan
administrasi
•Desentralisasi
•Pendidikan dan
kesehatan
•Penyediaan air
bersih dan pembangunan perkotaan
•Pembagian tanah
pertanian yang merata
(sumber: kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LATIHAN SOAL
1. Konsep
kemiskinan dibagi dua yaitu…
a. Relative dan
Absolute*
b. Absolute dan
Dinamis
c. Relative dan
Dinamis
d. Dinamis dan
Stastis
2. Yang bukan termasuk penyebab kemiskinan
ialah…
a. Tingkat upah
yang rencah
b. Distribusi
pendapatan yang timpang
c. Kriminalitas*
d. Kesempatan kerja yang kurang
3. Yang bukan termasuk dampak kemiskinan ialah…
a. Bunuh Diri
b. Urbanisasi
c. Kultur/budaya
(tradisi)*
d. Kriminalitas
4. Yang bukan termasuk dalam faktor-faktor
penyebab kemiskinan ialah…
a. Pengangguran
b. Tingkat
Pendidikan yang Rendah
c. Bencana Alam
d. Teknologi*
5. Pertumbuhan
ekonomi dibagi menjadi dua yaitu…
a. Pertumbuhan
prokemiskinan dan pertumbuhan klaborasi
b. Pertumbuhan
prokemiskinan dan pertumbuhan propemerataan*
c. Pertumbuhan
promerataan dam pertumbuhan klaborasi
d. pertumbuhan
klaborasi dan pertumbuhan monotom
VI. Pembangunan Ekonomi Daerah & Otonomi Daerah
1.
UU Otonomi Daerah
Otonomi
daerah merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari
sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia.
Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam
pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Selanjutnya
Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk
mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah,
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa:
“Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.
Ketentuan
tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di
Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan
lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata
urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi
daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998.
Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal
pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah
diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata
laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.
(sumber : http://otonomidaerah.com/uu-otonomi-daerah/)
2.
Perubahan Penerimaaan Daerah & Peranan Pendapatan
Asli Daerah
Perubahan
atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme
para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak
jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen
daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang
sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak
terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b)
perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian
target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada
beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan
terjadi, di antaranya:
·Target pendapatan
dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah).
· Alasan penentuan
target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan
agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer.
·Jika dalam APBD
“murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan
untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru
untuk belanja kegiatan dalam APBD-P
Kebijakan
keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai
sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil
ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi).
Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat
dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah
masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia.
Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk
memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh
karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap
daerah. (Mamesa, 1995:30)
Sebagaimana
telah diuraikan terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini
pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan
daerah pada Kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan
daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan
pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.
Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33
Tahun 2004).
3.
Pembangunan Ekonomi Regional
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan
utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk
atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Todaro, 2000).
Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan
sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan
kegiatan ekonomi.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah
mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk
masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah
daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya
dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian
daerah.
Pembangunan
ekonomi nasional sejak PELITA I memang telah memberi hasil positif bila dilihat
pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita
mengalami peningkatan dari hanya sekitar US$50 pada pertengahan dekade 1960-an
menjadi lebih dari US$1.000 pada pertengahan dekade 1990-an. Namun dilihat pada
tingkat meso dan mikro, pembangunan selama masa pemerintahan orde baru telah
menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income,
distribution, maupun dalam bentuk
kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah atau provinsi.
4.
Faktor-faktor Penyebab Ketimpangan
Secara
umum faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi
di Indonesia diuraikan sebagai berikut :
1. Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi
di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari
daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomoi tinggi cenderung tumbuh pesat,
sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung
mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Ada
dua (2) masalah utama dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Yaitu :
terutama Jawa, dengan berbagai alasan ekonomis maupun politis atau strategis.
Dua, yang dimaksud dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau
prosesnya lambat. Hal terakhir ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu :
1. Sebagian besar input untuk berproduksi di
impor dari luar, bukanya di supali dari dari daerah. Oleh karena itu,
keterkaitan produksi ke belakang atau keterkaitan produksi antara industry
hilir (downstream industry) di Jawa dan industry hulu (upstream industry) di
luar Jawa sangat lemah.
2. Sektor-sektor primer di daerah-daerah luar
Jawa melakukan ekspor tanpa memprosesnya terlebih dahulu untuk mendapatkan
nilai mendapatkan nilai tambah atau kalau memprosesnya terlebih dahulu di pulau
Jawa sehingga Jawa yang menikmati nilai tambahnya.
3. Kegiatan ekspor yang bersumber dari daeah
di luar Jawa (baik primer maupun dari industry hulu atau midstream industry)
pada hasil ekspor lebih banyak dinikmati oleh Jawa.
Jadi,
kurang berkembangnya sector industry manufaktur di luar Jawa merupakan salah
satu penyebab kesenjagan ekonomi antar Jawa dan wilayah di luar Jawa. Sedangkan
faktor-faktor yang menyebabkan sebagian besar industry penting di Indonesia,
dalam arti kontriusinya yang besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB
dan kesempatan kerja, tidak berada di luar Jawa karena
keterbatasan-keterbatasan di kawasan tersebut, seperti pasar local kecil,
infrastruktur terbatas, dan kurang sumber daya manusia; walaupun banyak
provinsi di wilayah tersebut, seperti DI Aceh, Riau, Kalimantan, dan Irian
Jaya, memiliki sumber daya yang cukup.
2. Alokasi Investasi
Indikator
lain yang juga menunjukkan pola serupa seperti pola distribusi nilai tambah
(NT) industry antar provinsi adalah distribusi investasi langsung, baik yang
bersumber dari luar negeri (penanaman modal asing-PMA) maupun dari dalam negeri
(penanaman modal dalam negeri-PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari
Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi
dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di
suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per
kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi
yang produktif, seperti industry manufaktur.
3.Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang
Rendah antar Daerah
Kurang
lancarnya mobilitas faktor produksi, seperti tenaga kerja dan capital, antar
provinsi juga merupakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Dasar teorinya
adalah sebagai berikut. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi
membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi sejak
perbedaan tersebut, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan iput bebas
(tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya sebagai akibat dari suatu kebijakan
pemerintah), mempenagruhi mobilitas atau re alokasi faktor produksi antar
provinsi. Sesuai teori dari A. Lewis yang
dengan unlimited supply of labor, jika perpindahan faktor produksi antar
daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal
antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik (dalam pengertian
Pareto optimal: semua daerah mengalami better off).
4.
Perbedaan
Sumber Daya Alam (SDA) Antar Provinsi
Dasar
pemikiran “klasik” sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang
kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alamnya. Dalam arti sumber daya
harus dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, yang selanjutnya
harus dikembangkan terus. Untuk maksud ini diperlukan faktoro-faktor lain,
diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia.
Jadi,
dengan semakin pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan sumber daya
manusia, faktor endowments lambat laun akan tidak relevan lagi. Bukti
menunjukkan bahwa Negara-negara naju di Asia Tenggara dan Timur, seperti,
Jepang, Korea Selatan, Taiwan , dan Singapura, adalah Negara-negara yang sangat
miskin sumber daya alam. Pengalaman mereka menujukkan bahwa faktor-faktor di
luar sumber daya alam jauh lebih penting dalam menentukan maju tidaknya
pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
5. Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia,
disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal
jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,
kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran.
Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi
pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan
kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar
dengan pendidikan dan kesejahteraan yang baik, disiplin yang tinggi, dan etos
kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi produksi.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar
Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah
(intra-regional trade) juga merupakan unsure yang turut menciptakan ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia. Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama
oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi
barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku, material-material
lainnya untuk produksi, dan jasa. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa
antar daerah pembangunan dan pertumuhan
ekonomi suatu provinsi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi
permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan
pasar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi local yang sifatnya komplementer
dengan barang dan jasa tersebut (misalnya antara pembelian motor yang diimpor
dari provinsi lain dan permintaan terhadap topi pengaman (helm) yang diproduksi
local) atau yang sifatnya pendukung (misalnya bengkel atau jasa reparasi
motor). Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang modal,
seperti mesin dan alat-alat transportasi, input perantara, dan bahan baku atau
material lainnya, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi lumpuh
atau tidak beroperasi secara optimal, yang selanjutnya berarti pertumbuhan
ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita provinsi tersebut rendah
5.
Pembangunan Indonesia Bagian Timur
1.Kasus Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan
ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun
secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi
namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan
suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian
barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan
sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian
barat.
Tahun 2001 merupakan
tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak
diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat
menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di
indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru.
Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat
ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan
atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.
2. Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau
kekeuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
a.
Kekayaan sumber daya alam
b.
Posisi geografis yang strategis
c. Potensi lahan pertanian yang cukup luas
d. Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur tersebut, kawasan
ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya
makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri
manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut disatu pihak
tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi
oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi
indonesia bagian timur itu sendiri.
3. Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Indonesia bagian
timur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan
pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan
menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut.
Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1. Kualitas sumber daya manuasia yang masih
rendah
2. Keterbatasan sarana infrastruktur
3. Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik
masih lemah
4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
masih rendah
6.
Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada
sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat
pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori
basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industry
1.Teori pembangunan ekonomi daerah
a.Teori basis ekonomi
Teori
basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari
luar daerah.
b. Teori lokasi
Teori
lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri
di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional
pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan
biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi usaha
yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau
produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
c. Teori daya tarik
industry
Dalam
upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis –
jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini
adalah masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.
2. Model analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di
atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative
ekonomi suatu daerah; salah satu di antaranya adalah metode analisis
shift-share (SS), location questitens, angka pengganda pendapatan , analisis
input output (i-o) ,dan model perumbuhan Harold-domar. Berikut adalah sebagian
penjelasan dari model analisis dalam pembagunaan daerah.
a.
Analisis
SS
Dengan
pendekatan analisis ini ,dapat di analisis kinerja perekonomian suatu daerah
dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional).
b.
Location
Quotients (LQ)
Yaitu
untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sector di suatu
daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah perekonomian daerah tersebut
dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang
sama.
c.
Angka
Pengganda Pendapatan
Metode
ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari
suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di
daerah tersebut.
d.
Analisis
Input-Output (I-O)
Analisis
I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur
perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha
memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LATIHAN SOAL
1.
Tepat pada tahun berapa UU otonomi daerah dilakukan…
a.
1997
b.
1998
c.
1999*
d.
2000
2.
Yang bukan termasuk dalam tujuan
utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi daerah ialah…
a.
Menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya
b.
Harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan
c.
Ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran
d.
Mengeksploitasi hasil kekayaan yang ada*
3.
Apa kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia bagian Timur…
a.
Keterbatasan sarana infrastruktur*
b. Kekayaan
sumber daya alam
c. Posisi
geografis yang strategis
d. Potensi
lahan pertanian yang cukup luas
4. Yang bukan
termasuk dalam teori pembangunan ekonomi daerah ialah…
a. Teori basis ekonomi
b. Teori financial*
c. Teori lokasi
d. Teori daya tarik industry
5.
Faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan
jasa dari luar daerah. Pengertian tentang teori…
a. Teori
basis ekonomi*
b. Teori financial
c. Teori lokasi
d. Teori daya tarik industry
VII. Sektor Pertanian
1.
Sektor Pertanian di Indonesia
Sektor
pertanian sebagai salah satu sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan
sektor yang relative lebih tahan dan lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi
dibandingkan sektorsektor lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan
sumberdaya domestik daripada komponen impor.
Berdasarkan
IT dan IB tersebut diperoleh nilai tukar petani (NTP) untuk bulan Januari 2003.
NTP Provinsi Jawa Barat dan DI. Yogyakarta masingmasing naik menjadi 134,13
persen dan 131,00 persen. Sedangkan NTP Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur
menurun menjadi 124,81 persen dan 118,25 persen.
2.
Nilai Tukar Petani
1. Pengertian umum :
·
NTP
merupakan indikator proxy kesejahteraan petani
·
NTP
merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani (It) dengan
Indeks harga yg dibayar petani (Ib).
2. Arti Angka NTP
:
· NTP > 100, berarti petani mengalami
surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya.
Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
· NTP = 100, berarti petani mengalami
impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan
pengeluarannya.
· NTP< 100, berarti petani mengalami
defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari
pengeluarannya.
3. Kegunaan dan Manfaat
· Dari Indeks Harga Yang Diterima Petani
(It), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani.
Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan
sektor pertanian.
· Dari Indeks Harga Yang Dibayar Petani
(Ib), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani
yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi
harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib
juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
· NTP mempunyai kegunaan untuk mengukur
kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani
dalam produksi dan konsumsi rumah tangga.
· Angka NTP menunjukkan tingkat daya
saing produk pertanian dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar ini upaya
produk spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat dilakukan.
4. Cakupan Komoditas
· Sub Sektor Tanaman Pangan seperti:
padi, palawija
· Sub Sektor Hortikultura seperti :
Sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias & tanaman obat-obatan
· Sub Sektor Tanaman Perkebunan Rakyat
(TPR) seperti: kelapa, kopi robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk odolan.
Jumlah komoditas ini juga bervariasi antara daerah
· Sub Sektor Peternakan seperti : ternak
besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, babi, dll), unggas (ayam,
itik, dll), hasil-hasil ternak (susu sapi, telur, dll)
· Sub Sektor Perikanan, baik perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya.
(sumber : http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/22)
3.
Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sector
pertanian tergantung :
Laju pertumbuhan output
Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
Langsung: Membeli mesin
Tdk Langsung: Penelitian & Pengembangan
Hasil penelitian:
Supranto (1998) laju pertumbuhan sektor ini
rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena
resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor
pertanian.
Tabel 5.17 Investasi
di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 2.735 4.545 7.128 15.284
Manufaktur 24.032 31.922 43.342 59.218
Simatupang (1995) kredit perbankan lebih byk
megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit
Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 7.846 8.956 9.841 11.010
Manufaktur 11.346 13.004 15.324 15.102
Penurunan ini
disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.
4.
Keterkaitan Pertanian Pembangunan dengan Industri
Manufaktur
Jika
mau berkaca dari negara yang telah lebih dahulu maju dibanding dengan
Indonesia, pada awalnya mereka (negara-negara maju) menitikberatkan pembangunan
perekonomian mereka pada sektor pertanian untuk kemudian dikembangkan dan
beralih perlahan-lahan menjadi sektor industri. Perubahan ini tidak berlangsung
secara tiba-tiba melainkan dengan serangkaian proses yang panjang dan tentunya
pertanian dijadikan sebagai pondasi, baik sebagai penyedia bahan baku maupun
modal untuk membangun industri.
Berkaca
pada krisis yang telah terjadi, proses industrialisasi yang
didengung-dengungkan pemerintah kurang mendapat moment yang tepat. Pada
akhirnya Indonesia yang direncanakan akan menjadi negara industri-dalam waktu
yang tidak lama lagi, tidak terwujud hingga saat sekarang ini.
Melihat
kenyataan itu, sudah seharusnya kita memutarbalikkan kemudi ekonomi untuk
mundur selangkah merencanakan dan kemudian melaksanakan dengan disiplin setiap
proses yang terjadi. Yang terpenting yaitu harus dapat dipastikan bahwa sektor
pertanian mendapat prioritas dalam proses pembangunan tersebut. Mengingat,
sampai dengan saat ini negara-negara maju pun tidak dapat meninggalkan sektor
pertanian mereka, hingga kalau sekarang kita coba melihat sektor pertanian
sekelas negara maju, sektor pertanian mereka mendapat proteksi yang besar dari
negara dalam bentuk subsidi dan bantuan lainnya.
Ada
beberapa alasan (yang dikemukakan oleh Dr.Tulus Tambunan dalam bukunya
Perekonomian Indonesia) kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam
proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni sebagai berikut :
1. Sektor pertanian
yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu
prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan
ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin
kestabilan sosial dan politik.
2. Dari sisi
permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat
pendapatan rill per kapita disektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu
sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur.
Khususnya di Indonesia, dimana sebagaina besar penduduk berada di pedesaan dan
mempunyai sumber pendapatan langsung maupun tidak langusng dari kegitan
pertanian, jelas sektor ini merupakan motor utama penggerak industrialisasi.
3. Dari sisi
penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor
industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif.
4. Masih dari sisi
penawaran, pembangunan yang baik disektor pertanian bisa menghasilkan surplus
di sektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sektor industri,
khususnya industri berskala kecil di pedesaan.
Melihat
hal itu, sangat penting untuk kita saling bersinergi dalam meningkatkan
produktivitas pertanian. Pemerintah-dalam hal ini pemangku kebijakan, membuat
regulasi yang memiliki tujuan yang selaras dengan cita-cita bersama,
menganggarkan dana untuk pengembangan pertanian, memberikan pengetahuan dengan
jalan memberdayakan tenaga penyuluh pertanian agar dapat membantu petani dengan
maksimal, bank dalam hal ini penyedia dana publik dapat lebih bersahabat dengan
petani, agar keterbatasan dana dapat teratasi dengan bantuan bank sebagai
penyedia dana dengan bunga yang kecil, perguruan tinggi sangat penting untuk
mengadakan penelitian-penelitian yang masiv dan dapat diaplikasikan langsung
untuk meningkatkan produktivitas pertanian, swasta diharapkan dapat
menginvestasikan modal mereka untuk membuat pabrik-pabrik pengolahan
produk-produk pertanian kita sehingga ketika kita ingin memasarkannya ke luar
(ekspor) maka kita akan dapat menghasilkan pendapatan lebih (karena nilai yang
lebih tinggi) dan tentunya masyarakat (petani) sebagai subjek dapat dengan
benar-benar serius dalam menjalankan setiap program yang diberikan pemerintah
(dengan asums : program yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan
yang diperlukan oleh petani).
Ketika
hal ini berjalan dengan baik, maka kita dapat meningkatkan produk-produk
pertanian kita sejalan dengan peningkatan industri manufaktur yang membutuhkan
bahan baku yang kita produksi dari para
petani-petani kita. Maka dari itu, peningkatan pendapatan para petani akan berkorelasi
positif terhadap meningkatnya kesejahteraan petani dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LATIHAN SOAL
1.
Salah satu sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan sektor yang
relative lebih tahan dan lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi dibandingkan
sektorsektor lainnya, ialah…
a.
Sektor perikanan
b.
Sektor pertambangan
c.
Sektor pertumbuhan
d.
Sektor pertanian*
2.
Arti Angka NTP > 100 …
a.
Petani mengalami impas
b.
Petani mengalami surplus*
c.
Petani mengalami defisit
d.
Petani mengalami normal
3.
Arti Angka NTP = 100 …
a.
Petani mengalami impas*
b.
Petani mengalami surplus
c.
Petani mengalami defisit
d.
Petani mengalami normal
4.
Investasi di sektor pertanian tergantung pada…
a.
Laju pertumbuhan output
b.
Tingkat daya saing global komoditi pertanian
c.
A dan B salah
d.
A dan B benar*
5.Kenapa
sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di
negara Indonesia…
a.
Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan tidak terjamin
b.
Pembangunan sektor pertanian yg kuat tidak membuat tingkat pendapatan rill per
kapita disektor tersebut tinggi
c.
Sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor industri yg mana
Indonesia memiliki keunggulan komparatif*
d.
Pembangunan yang baik disektor pertanian tidak bisa menghasilkan surplus di
sektor tersebut
VIII. Industrilisasi di Indonesia
1.
Konsep & Tujuan Industrilisasi
Awal konsep industrialisasi Revolusi industri abad 18 di
Inggris Penemuan metode baru dalam pemintalan dan penemuan kapas yang
menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas faktor
produksi.
Industrialisasi suatu proses interkasi antara
perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka
panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan
penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin
mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah
maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik
di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
1. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja
industri.
2. Meningkatkan ekspor Indonesia dan
pember-dayaan pasar dalam negeri.
3. Memberikan sumbangan pertumbuhan yang
berarti bagi perekonomian.
4. Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
5. Meningkatkan kemampuan teknologi.
6. Meningkatkan pendalaman struktur industri
dan diversifikasi produk.
7. Meningkatkan penyebaran industri.
2.
Faktor-faktor Pendorong Industrilisasi
a.
Kegunaan
alam yang melimpah
b.
Jenis
lingkungan alam yang tersebar di Indonesia sekarang dapat menimbulkan interaksi
antara daerah
c.
Letak
Indonesia yang strategis untuk pemasaran produk industry
d.
Jumlah
penduduk yang cukup besar
e.
Jalur
pemrintahan lebih banyak, sekarang lebih efesien untuk transportasi hasil
industri.
3.
Perkembangan Sektor Industrilisasi Manufaktur Nasional
Sejak
krisis ekonomi dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi
perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum
memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri
nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot
ketimbang grafik peningkatannya.
Industri
manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing
tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative
advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta
ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya
kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia
(competitive advantage).
(sumber: http://nadiasafiras.blogspot.com/)
4.
Permasalahan Industrilisasi
Industri
manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
1) Keterbatasan teknologi.
2) Kualitas Sumber daya Manusia.
3) Keterbatasan dana pemerintah (selalu
difisit) dan sektor swasta.
4) Kerja sama antara pemerintah, industri
dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.
5) Strategi Pembangunan Sektor Industri
5.
Startegi Pembangunan Sektor Industri
Dengan
memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun
daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional
yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan.
Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by
design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan
diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui
penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki
daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi
secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut.
Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan
pengangguran.
Startegi
pelaksanaan industrialisasi:
1. Strategi
substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan
mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang
menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan
Pertimbangan
menggunakan strategi ini:
- Sumber daya alam
& Faktor produksi cukuo tersedia
-
Potensi permintaan dalam negeri memadai
-
Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
-
Kesempatan kerja menjadi luas
-
Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang
2. Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar
internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan
bersaing.Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
-
Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan
barang ybs baik pasar input maupun output
- Tingkat proteksi impor harus rendah
- Nilai tukar harus realistis
- Ada insentif untuk peningkatan ekspor
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
LATIHAN SOAL
1.
Pada abad keberapa awal konsep industrialisasi revolusi industry di temukan…
a.
Abad 16
b.
Abad 17
c.
Abad 18*
d.
Abad 19
2.
Yang bukan termasuk dalam tujuan
pembangunan industrialisai nasional ialah…
a.
Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
b.
Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
c.
Mendukung perkembangan sektor infrastruktur
d.
Meningkatkan persaingan dikanca Internasional*
3.
Yang bukan
termasuk dalam faktor-faktor pendorong industry ialah…
a.
Kegunaan alam yang melimpah
b.
Jenis lingkungan alam yang tersebar di Indonesia dpt menimbulkan interaksi
antara daerah
c.
SDM dan SDA yang tidak dapat diandalkan*
d.
Letak Indonesia yang strategis untuk pemasaran produk industry
4. Yang bukan
permasalahan industrilisasi ialah…
a.
Perekonomian dalam suatu negara sudah sangat maju*
b.
Kualitas Sumber daya Manusia
c.
Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
d.
Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
masih rendah
5.
Startegi pelaksanaan industy dibagi menjadi dua yaitu…
a.
Inward looking dan Top looking
b.
Top looking dan Down looking
c.
Outward looking dan Down looking
d.
Inward looking dan Outward looking*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar